Langit, .. aku tahu , dibalik
awanmu.. kau pun selalu memandangiku. Sama seperti yang aku lakukan. Tiap pagi,
siang, sore,, saat warna-warnamu silih berganti
mengikuti arah mentari. Pagi,
saat kehidupan baru akan dimulai, kupandangimu.. semburat jingga dengan mentari
terbit, sebuah perpaduan warna yang dinamis, dan bagiku.. itu sebuah pelipur
lara, atas mimpi-mimpi semalam yang tak pernah jadi nyata. Dari sejuta biasmu acapkali
membuatku tertegun, betapa kerdilnya aku dibanding dengan hamparanmu yang
kulihat bundar dari mataku. Terpesona aku rasa. Iya, aku selalu terpesona melihat warnamu. Dan saat
senja, waktu yang selalu kunanti, tatkala warna jinggamu luruh bersama
kepasrahan bumi menyambut malam, kau selalu tampak indah dengan burung yang bertebangan kembali
ke sarang, orang-orang hiruk pikuk menutup tirai jendela
yang selalu terbuka pada siang harinya, dan para pejalan kaki yang bergegas
naik ke bus untuk segera pulang ke rumah. Bagiku, semua adalah bentuk
kepasrahan. Dan di saat itulah, saat yang paling tepat untuk mengamati wajah
yang penuh peluh, suara adzan yang bertalu-talu, raut-raut bahagia karena
istirahat akan datang, dan formasi indah burung-burung yang bergembira setelah
berkelana mencari mangsa. Pengobat hati ketika berada di titik jenuh pikirku.
Langit.. aku tak tahu kapan
persisnya aku mulai mematung ketika menatapmu. Yang jelas, saat itu,, ketika
masih sekolah, saat aku mulai belajar nama-nama awan, aku mulai mengamatimu. Senang
sekali rasanya belajar bentuk-bentuk awanmu, namun ternyata setelah
kusadari awan yang berbentuk sedemikian
rupa ternyata punya sesuatu yang indah dibaliknya: kamu. Seringkala kita terpaku pada suatu hal yang
tampak, padahal ada sesuatu yang besar dan lebih indah di baliknya. Langit, kau
mengajarkanku akan hal itu, meski seringkali awan abu-abu yang rakus menutup
semua keindahanmu dariku, tapi kau tetap berada di sana. Iya langit, kau
benar.. kenyataan memang tidak selalu tampak, hanya tertutup bukan berarti
tidak ada.
Terima kasih langit, secara tak
langsung kau katakan padaku bahwa hidup memang harus tetap dilalui. Saat aku
begitu lelah akan semua hal, merasa sangat bodoh dan menyesal atas apa yang aku
lakukan, kau tuliskan pada dirimu bahwa begitu pula hujan dan pelangi yang
selalu datang silih berganti. Tak akan ada pelangi tanpa adanya hujan. Begitu pula
hidup, kebahagiaan akan selalu diiringi dengan kesedihan, begitu pula
sebaliknya. Untuk nasehat-nasehatmu yang selalu kau sematkan pada warnimu,
terima kasih banyak.
Dan saat malam hari, ketika kau
selimuti dirimu dengan tirai hitam dan pernak-pernik bulan bintang, akupun juga tak pernah jemu
menatapmu, dengan bulanmu yang malu-malu, atau kerlap-kerlip bintangmu yang
selalu mencuri perhatianku. Aku tahu,
kau pasti juga ingin menghiburku bukan? Jelas sudah, itu pasti bentuk
perhatianmu padaku. Padaku yang selalu setia menatapmu dengan kaki kerdilku, iya kan? haha
Hmmm...aku harap, kau tak pernah jengah
meilhatku yang sering menatapmu tanpa ampun, membunuh dengan tatapan kau
bilang? Ah, aku tidak seperti itu, bukankah terlihat berbeda ya.. tatapan yang menghakimi dan tatapan penuh
harap? Jelas, aku tak pernah menghakimimu.. buat apa? Buat apa menghakimi
sesuatu yang selalu kukagumi. Hanya saja, aku terkadang terlalu bingung untuk
mencurahkan isi hati yang terkadang tumpah ruah terucap dari bibirku. Maka dari
itu, saat berdoa pada-Nya aku selipkan tatapan itu padamu. Tatapan penuh harap,
menengadah ke arahmu. Aku harap kau paham.
Pernah aku bertanya pada awan-awan
malam yang memenjarakanmu. Melihat seluruhmu tak tampak bahkan sepotong bulan
dan secuil bintangmupun ikut kau sembunyikan. Mereka menjawab, langit terlalu
lelah malam ini, dia butuh istirahat. Namun bagiku itu adalah hal yang
misterius yang belum aku mengerti tentangmu, bisa-bisanya tiap hari kita
bersapa namun aku tak tahu kalau kau pun turut lelah. Aku yang dipaku oleh rasa
ingin tahuku tak puas dengan jawaban mereka…, dan akhirnya karena mereka
terlalu lelah menjawabku, mereka turunkan hujan lebat yang membuatku
bersembunyi di balik selimut tebalku. Entahlah, hari itu sangat misterius,
semisterius awan-awan yang menyelubungimu. Kuharap kau akan jawab alasan dirimu
bersembunyi di balasan surat ini.
Langit, ada satu satu hal yang
ingin aku sampaikan,, dibalik kekagumanku atas warnamu, kusimpan seribu tanya
akan setiap makna yang belum kuambil dari setiap hari bersamamu. Apakah kau
juga menyimpan sebuah rahasia besar untukku juga? Aku harap begitu, karena
bukankah tidak adil jika aku yang setiap hari menunggumu untuk menjawab setiap
pertanyaanku namun tak sedikitpun kau bergeming untuk memberitahuku sesuatu? Haha..
iya.. aku tahu.. aku hanya pelu bersabar
bukan? Seperti yang selalu kau ajarkan. Langit
tak pernah jenuh menemani matahari. Selalu bersabar. :)
Langit, terakhir dariku.. aku
menunggumu untuk menjawab pertanyaan yang selalu aku simpan rapat-rapat. Aku selalu
sembunyikan pertanyaan ini karena aku takut kau akan menjawabnya dengan petirmu
atau bahkan tornado. Haha, iya.. aku
berlebihan. Jadi…… :)
Kapan aku bisa mencapaimu?
Malam, diantara delapan belas dan
Sembilan belas Mei.
00.06 WIB.
Salam dariku,
Yang selalu menatapmu.
taken from this
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus:')
BalasHapus