Selasa, 06 Januari 2015

late post: Keberkahan itu Bernama Perdagangan


Hari ini memang beda dari biasanya. Aku yang dulu seperti hidup kembali. Semoga.

Senin, 1 September 2014
Kucatat baik baik dalam memori jika hari ini, tepat dimulainya hari pertama pada bulan September, Rufidah Maulina, seorang manusia yang hobi bermalas-malasan dan memanjakan diri telah memulai usaha berdagang. Voila, memang tak disangka-sangka. Paksaan yang pernah kutempa dari bapak dan ibuk untuk mulai mengembangkan diri dalam kewirausahaan ternyata membuahkan hasil. Ceileh! Meskipun awal-awal yang mendebarkan bagi pedagang asongan anyaran harus kulalui. Mendapatkan cibiran pengalaman yang tak terlupakan dari para pembeli. Mulai dari paksaan teman teman untuk menurunkan harga sampai yang mau digratisi meskipun sudah bilang dengan teriak teriak kalau untungnya Cuma sedikit sekali. Itulah sensasi pedagang anyaran yang ingin sedikit mencicipi dunia bisnis. Meskipun hanya reseller, punya jaringan yang luas dan bakat berdagang harus dimulai sejak dini dongg :D
Sempat juga bercermin pada bapak ibuk yang merintis bisnis mulai dari berdagang kerupuk. Keuletan, kesabaran, dan kerja keras dari mereka lah yang membuat anak-anaknya bisa bersekolah tinggi dan meneladani sosok mereka. Proud of you, mom n dad. :D 

Tapi kawan-kawan.. yang perlu digaris bawahi dari keinginan berwirausaha adalah NIATNYA. Okelah, banyak pengusaha sukses yang mengutamakan kerja keras lalu untung akan mengikuti. Untung berupa uang, investasi modal, rumah, tanah, dll. Saya sependapat dengan yang ini, ingin mobil mewah, rumah besar, naik haji, atau apalah itu terserah kita. Eits.. tapi kawan.. jangan lupa jika semua ini ada aturan mainnya. Seperti ketika dunia ini bermula, Yang Maha Esa punya hukum timbale balik yang Dia tetapkan. Jika ingin mendapatkan yang lebih, maka memberilah yang banyak.  Yap, ketika berdagang hanya memprioritaskan uang dan kekayaan harta, maka itulah yang kita dapatkan. Namun, jika kita mau melebihkan prioritas itu menjadi pahala, keuntungan sesame bagi pembeli dan penjual, meringankan beban pembeli dengan barang yang menguntungkan dari kita, prinsip saling menghargai, bukankah kita akan mendapatkan yang lebih? Pembeli yang bertambah banyak, jaringan yang lebih luas, bisa saja ide kreatif muncul dari pelanggan setia, apalagi ditambah keuntungan duniawi yang kita dapatkan. Betul tidak?
Kesimpulannya.. banyak memberi, banyak menerima. Seperti kata bapak kepala sekolah dalam film laskar pelangi.



To be a winner all you need is to give all you have.
Selamat berwirausaha kawan! Mari memperluas jaringan, mempererat tali persaudaraan, membagi keberkahan!

Salam
Lina Mungil. Karena sekarang sudah kurusan. Hehe



Senin, 17 November 2014

Untukmu, Suatu Saat


Untuk pemuda yang memanggul pena
Dan aku yang haus oleh kata
Semoga di suatu kesempatan yang telah diciptakan
Kita dipertemukan secara istimewa
Lewat sebuah momen berharga
18 November 2014
sedang menanti, dirimu
pemuda pemanggul pena
dan pemanggul kewajiban sebagai kepala rumah tangga
haha :D
Siapakah kiranya dia?
entahlah... 

Keinginan yang sempat padam


Pertengahan November

Setelah bulan berganti bulan dan detik jam berlalu sedemikian cepat, tiba-tiba rasa penasaran untuk melihat blog yang sering ku kelola dulu muncul lagi. Ya, blog yang hampir 4 bulan lebih tidak aku penuhi dengan tulisan-tulsan atau celoteh absurd itu. Apakah rasa menulis itu timbul karena terlalu banyak kegiatan dan aktifitas luar yang kulakukan? Ah, kurasa tidak. Seharusnya tidak, karena menulis bisa dilakukan dimana saja, kapan saja, tidak butuh banyak waktu dan tempat yang tenang. Tapi, usut punya usut.,ternyata aku pernah berjanji untuk selalu menulis lantaran handphone yang aku gunakan sekarang lebih memudahkanku untuk menulis. Namun, seperti manusia biasa yang sering berikrar namun tidak ditepati, ikrar itu sempat menjadi bualan dan omong kosong belaka.

Katanya mau menulis? Kapan?
Hapenya kan udah bagus? Cuma dibuat sosmed-an?
Ngapain gak nulis sekarang? Inget kamu pernah punya cita-cita jadi penulis ?
Kamu yang dulu, sekarang kemana?
*jleb

Pertanyaan-pertanyaan itu menghantuiku seketika. Apa yang aku lakukan sekarang hingga mengancurkan minat dan kemampuanku untuk menulis? Apakah kehidupanku sekarang lebih sibuk daripada dulu hingga tidak bisa menghasilkan karya satupun dalam seminggu? 

Pertanyaan-pertanyaan itu menghantui lagi. Terlebih karena dulu aku dan seorang temanku punya sebuah project bersama untuk menulis dengan tema yang  telah kami tentukan. Seiring dengan waktu, project itu terkikis zaman, seperti halnya rasa, mudah pudar-halah.
Lalu, pada detik ke sekian dari pukul 14.41, di ruang kelas ini. Rasa bersalah kian menghujam, terlebih ketika melihat sebuah tulisan yang sedemikian elok di sebuah blog yang sering kukunjungi. Ah, hati ini rasanya tercaci-maki. Kenapa aku tidak bisa seperti dia? Kenapa aku tidak bisa rajin menulis seperti dia? Kenapa tulisanku terkesan monoton dan tidak ber-rasa seperti dia?

Hingga kini aku tahu jawabannya.
Karena aku, jarang menulis apa yang aku pikirkan. Simple. Mari menulis sekarang!


Senin, 17 November 2014
Di ruang kelas , sendirian
Penulis yang jarang menulis

Minggu, 18 Mei 2014

Surat Cinta Buat Langit



Langit, .. aku tahu , dibalik awanmu.. kau pun selalu memandangiku. Sama seperti yang aku lakukan. Tiap pagi, siang, sore,, saat warna-warnamu silih berganti  mengikuti  arah mentari. Pagi, saat kehidupan baru akan dimulai, kupandangimu.. semburat jingga dengan mentari terbit, sebuah perpaduan warna yang dinamis, dan bagiku.. itu sebuah pelipur lara, atas mimpi-mimpi semalam yang tak pernah jadi nyata. Dari sejuta biasmu acapkali membuatku tertegun, betapa kerdilnya aku dibanding dengan hamparanmu yang kulihat bundar dari mataku. Terpesona aku rasa. Iya,  aku selalu terpesona melihat warnamu. Dan saat senja, waktu yang selalu kunanti, tatkala warna jinggamu luruh bersama kepasrahan bumi menyambut malam, kau selalu  tampak indah dengan burung yang bertebangan kembali ke sarang, orang-orang hiruk pikuk menutup tirai jendela yang selalu terbuka pada siang harinya, dan para pejalan kaki yang bergegas naik ke bus untuk segera pulang ke rumah. Bagiku, semua adalah bentuk kepasrahan. Dan di saat itulah, saat yang paling tepat untuk mengamati wajah yang penuh peluh, suara adzan yang bertalu-talu, raut-raut bahagia karena istirahat akan datang, dan formasi indah burung-burung yang bergembira setelah berkelana mencari mangsa. Pengobat hati ketika  berada di titik jenuh pikirku.

Langit.. aku tak tahu kapan persisnya aku mulai mematung ketika menatapmu. Yang jelas, saat itu,, ketika masih sekolah, saat aku mulai belajar nama-nama awan, aku mulai mengamatimu. Senang sekali rasanya belajar bentuk-bentuk awanmu, namun ternyata setelah kusadari  awan yang berbentuk sedemikian rupa ternyata punya sesuatu yang indah dibaliknya: kamu.  Seringkala kita terpaku pada suatu hal yang tampak, padahal ada sesuatu yang besar dan lebih indah di baliknya. Langit, kau mengajarkanku akan hal itu, meski seringkali awan abu-abu yang rakus menutup semua keindahanmu dariku, tapi kau tetap berada di sana. Iya langit, kau benar.. kenyataan memang tidak selalu tampak, hanya tertutup bukan berarti tidak ada. 

Terima kasih langit, secara tak langsung kau katakan padaku bahwa hidup memang harus tetap dilalui. Saat aku begitu lelah akan semua hal, merasa sangat bodoh dan menyesal atas apa yang aku lakukan, kau tuliskan pada dirimu bahwa begitu pula hujan dan pelangi yang selalu datang silih berganti. Tak akan ada pelangi tanpa adanya hujan. Begitu pula hidup, kebahagiaan akan selalu diiringi dengan kesedihan, begitu pula sebaliknya. Untuk nasehat-nasehatmu yang selalu kau sematkan pada warnimu, terima kasih banyak.

Dan saat malam hari, ketika kau selimuti dirimu dengan tirai hitam dan pernak-pernik  bulan bintang, akupun juga tak pernah jemu menatapmu, dengan bulanmu yang malu-malu, atau kerlap-kerlip bintangmu yang selalu mencuri perhatianku.  Aku tahu, kau pasti juga ingin menghiburku bukan? Jelas sudah, itu pasti bentuk perhatianmu padaku. Padaku yang selalu setia menatapmu dengan kaki kerdilku, iya kan? haha

Hmmm...aku harap, kau tak pernah jengah meilhatku yang sering menatapmu tanpa ampun, membunuh dengan tatapan kau bilang? Ah, aku tidak seperti itu, bukankah terlihat berbeda ya..  tatapan yang menghakimi dan tatapan penuh harap? Jelas, aku tak pernah menghakimimu.. buat apa? Buat apa menghakimi sesuatu yang selalu kukagumi. Hanya saja, aku terkadang terlalu bingung untuk mencurahkan isi hati yang terkadang tumpah ruah terucap dari bibirku. Maka dari itu, saat berdoa pada-Nya aku selipkan tatapan itu padamu. Tatapan penuh harap, menengadah ke arahmu. Aku harap kau paham. 

Pernah aku bertanya pada awan-awan malam yang memenjarakanmu. Melihat seluruhmu tak tampak bahkan sepotong bulan dan secuil bintangmupun ikut kau sembunyikan. Mereka menjawab, langit terlalu lelah malam ini, dia butuh istirahat. Namun bagiku itu adalah hal yang misterius yang belum aku mengerti tentangmu, bisa-bisanya tiap hari kita bersapa namun aku tak tahu kalau kau pun turut lelah. Aku yang dipaku oleh rasa ingin tahuku tak puas dengan jawaban mereka…, dan akhirnya karena mereka terlalu lelah menjawabku, mereka turunkan hujan lebat yang membuatku bersembunyi di balik selimut tebalku. Entahlah, hari itu sangat misterius, semisterius awan-awan yang menyelubungimu. Kuharap kau akan jawab alasan dirimu bersembunyi di balasan surat ini. 

Langit, ada satu satu hal yang ingin aku sampaikan,, dibalik kekagumanku atas warnamu, kusimpan seribu tanya akan setiap makna yang belum kuambil dari setiap hari bersamamu. Apakah kau juga menyimpan sebuah rahasia besar untukku juga? Aku harap begitu, karena bukankah tidak adil jika aku yang setiap hari menunggumu untuk menjawab setiap pertanyaanku namun tak sedikitpun kau bergeming untuk memberitahuku sesuatu? Haha.. iya.. aku tahu.. aku hanya pelu  bersabar bukan? Seperti yang selalu kau ajarkan.  Langit tak pernah jenuh menemani matahari. Selalu bersabar. :)

Langit, terakhir dariku.. aku menunggumu untuk menjawab pertanyaan yang selalu aku simpan rapat-rapat. Aku selalu sembunyikan pertanyaan ini karena aku takut kau akan menjawabnya dengan petirmu atau bahkan tornado.  Haha, iya.. aku berlebihan.  Jadi…… :)



Kapan aku bisa mencapaimu?



Malam, diantara delapan belas dan Sembilan belas Mei.
00.06 WIB.
Salam dariku,


Yang selalu menatapmu.
taken from this


Jumat, 18 April 2014

Keponakan



Proyek menulis yang tak kunjung usai bila tak segera dikerjakan. Harap maklum jika tulisan dibawah belepotan, hampir setahun tidak berkarya dan ini hampir membunuh semua kosa kata. Yaps.. kita mulai saja.. langsung ke topic pilihan minggu ini. TK. Apaa?? TK?? | iyaa.. TK *plak*

 Karena ini merupakan proyek mingguan bersama partner.. maka.. jangan salahkan bila nanti temanya aneh-aneh.. karena partner gue yang satu ini memang unik. Haha.. lupakan.. lupakan.. :D

TK. Berbicara tentang TK.. ternyata gue tak jauh dari ranah ini.  pertama kupikir tentang tema ini: opo? TK? Arep tak tulis jaman cilikanku? Ah.,aku wes lali.. *lalu kemudian hopeless seminggu dan tidak punya isnpirasi menulis babar blas*  namun, karena mungkin Allah meridhoi gue untuk terus menulis.. akhirnya muncullah inspirasi itu. Tak lain dan tak bukan adalah keponakan gue sendiri, yang memanggil gue Tante *berasaa tuaaaa banget*, dan gue sering memanggilnya  Menik *padahal dia gak suka banget dipanggil menik, sukanya dipanggil kakak*
Well, begini.. gue rasa keponakan gue itu super duper cerdas. Gak tahu ya.,apa mungkin ketularan gue jadi pas bayi sorot matanya itu kayak mahasiswa pusing ngurus kalkulus, atau mungkin gue yang terlalu berlebihan menganggap keponakan yang unyuk ini cerdas padahal biasa-biasa saja, atau yang lain? Tapi gue punya dasar mamenn..
Pas bayi, si menik sorot matanya kyak orang dewasa. Polos sih iya,, tapi lebih ke seorang pemikir. Jadi pas diem gitu, si bayi yang emang menik-menik itu kyak lagi merenung. Nah loh, aneh kan.. bayi udah merenung.,mau jadi apaaaa kalo udah besar. Dan si menik ini pas umur 6 bulan suka banget yang namanya music, mulai dari keyboard yg dipencet-pencet, sampe toples krupuk yg dijadiin gendang. Lambat laun gue menyadari kalo memang si menik terlahir dengan bakat spesial. Dan puncak dari pengamatan gue, saat dia sering menceritakan bonekanya sebuah cerita yang dia karang sendiri. -_- keren men!! Selain itu, si menik ternyata punya bakat menggambar sampe dia di TK-nya ditunjuk sama gurunya buat ikut lomba mewarnai yang notabene pesertanya lebih tua umurnya daripada si menik.
Oh ya.. ketinggalan.. dulu ,,.,pas bayi 8 bulanan.,sebelum dia pinter berjalan sampe lari dan orang serumah takut kalo dia nyasar sampe ke jalan2… dia udah  tertarik banget yang namanya buku. Dulu gue tebak kalo dia bakalan jadi kutu buku kayak auntienya.. haha.,mungkin kenyataan ini akan terwujud pas dia udah SD kali ya.. haha..

Yang terakhir..pertanyaan yang membuat orang serumah mikir.. dia pernah tanya ke mamanya.. menurut gue itu pertanyaan sederhana.,tapi kalo gue jadi seumuran dia.,.. gak nyandak mau tanya kyak gitu..
“mah.. kenapa manusia ada bayangannya”
Nah loh.,mau dijawab pake rumus apa?—
Tulisan acakadut
Pertama dari proyek Titanium
Semoga konsisten, semoga mengisnpirasi, semoga menghibur.
*notes: malam2 gini masih ada aja suara motor yang mrebeki. But so far so fine!
Buktikan karyamu, meski itu hanya sebait kata.