Minggu, 18 Mei 2014

Surat Cinta Buat Langit



Langit, .. aku tahu , dibalik awanmu.. kau pun selalu memandangiku. Sama seperti yang aku lakukan. Tiap pagi, siang, sore,, saat warna-warnamu silih berganti  mengikuti  arah mentari. Pagi, saat kehidupan baru akan dimulai, kupandangimu.. semburat jingga dengan mentari terbit, sebuah perpaduan warna yang dinamis, dan bagiku.. itu sebuah pelipur lara, atas mimpi-mimpi semalam yang tak pernah jadi nyata. Dari sejuta biasmu acapkali membuatku tertegun, betapa kerdilnya aku dibanding dengan hamparanmu yang kulihat bundar dari mataku. Terpesona aku rasa. Iya,  aku selalu terpesona melihat warnamu. Dan saat senja, waktu yang selalu kunanti, tatkala warna jinggamu luruh bersama kepasrahan bumi menyambut malam, kau selalu  tampak indah dengan burung yang bertebangan kembali ke sarang, orang-orang hiruk pikuk menutup tirai jendela yang selalu terbuka pada siang harinya, dan para pejalan kaki yang bergegas naik ke bus untuk segera pulang ke rumah. Bagiku, semua adalah bentuk kepasrahan. Dan di saat itulah, saat yang paling tepat untuk mengamati wajah yang penuh peluh, suara adzan yang bertalu-talu, raut-raut bahagia karena istirahat akan datang, dan formasi indah burung-burung yang bergembira setelah berkelana mencari mangsa. Pengobat hati ketika  berada di titik jenuh pikirku.

Langit.. aku tak tahu kapan persisnya aku mulai mematung ketika menatapmu. Yang jelas, saat itu,, ketika masih sekolah, saat aku mulai belajar nama-nama awan, aku mulai mengamatimu. Senang sekali rasanya belajar bentuk-bentuk awanmu, namun ternyata setelah kusadari  awan yang berbentuk sedemikian rupa ternyata punya sesuatu yang indah dibaliknya: kamu.  Seringkala kita terpaku pada suatu hal yang tampak, padahal ada sesuatu yang besar dan lebih indah di baliknya. Langit, kau mengajarkanku akan hal itu, meski seringkali awan abu-abu yang rakus menutup semua keindahanmu dariku, tapi kau tetap berada di sana. Iya langit, kau benar.. kenyataan memang tidak selalu tampak, hanya tertutup bukan berarti tidak ada. 

Terima kasih langit, secara tak langsung kau katakan padaku bahwa hidup memang harus tetap dilalui. Saat aku begitu lelah akan semua hal, merasa sangat bodoh dan menyesal atas apa yang aku lakukan, kau tuliskan pada dirimu bahwa begitu pula hujan dan pelangi yang selalu datang silih berganti. Tak akan ada pelangi tanpa adanya hujan. Begitu pula hidup, kebahagiaan akan selalu diiringi dengan kesedihan, begitu pula sebaliknya. Untuk nasehat-nasehatmu yang selalu kau sematkan pada warnimu, terima kasih banyak.

Dan saat malam hari, ketika kau selimuti dirimu dengan tirai hitam dan pernak-pernik  bulan bintang, akupun juga tak pernah jemu menatapmu, dengan bulanmu yang malu-malu, atau kerlap-kerlip bintangmu yang selalu mencuri perhatianku.  Aku tahu, kau pasti juga ingin menghiburku bukan? Jelas sudah, itu pasti bentuk perhatianmu padaku. Padaku yang selalu setia menatapmu dengan kaki kerdilku, iya kan? haha

Hmmm...aku harap, kau tak pernah jengah meilhatku yang sering menatapmu tanpa ampun, membunuh dengan tatapan kau bilang? Ah, aku tidak seperti itu, bukankah terlihat berbeda ya..  tatapan yang menghakimi dan tatapan penuh harap? Jelas, aku tak pernah menghakimimu.. buat apa? Buat apa menghakimi sesuatu yang selalu kukagumi. Hanya saja, aku terkadang terlalu bingung untuk mencurahkan isi hati yang terkadang tumpah ruah terucap dari bibirku. Maka dari itu, saat berdoa pada-Nya aku selipkan tatapan itu padamu. Tatapan penuh harap, menengadah ke arahmu. Aku harap kau paham. 

Pernah aku bertanya pada awan-awan malam yang memenjarakanmu. Melihat seluruhmu tak tampak bahkan sepotong bulan dan secuil bintangmupun ikut kau sembunyikan. Mereka menjawab, langit terlalu lelah malam ini, dia butuh istirahat. Namun bagiku itu adalah hal yang misterius yang belum aku mengerti tentangmu, bisa-bisanya tiap hari kita bersapa namun aku tak tahu kalau kau pun turut lelah. Aku yang dipaku oleh rasa ingin tahuku tak puas dengan jawaban mereka…, dan akhirnya karena mereka terlalu lelah menjawabku, mereka turunkan hujan lebat yang membuatku bersembunyi di balik selimut tebalku. Entahlah, hari itu sangat misterius, semisterius awan-awan yang menyelubungimu. Kuharap kau akan jawab alasan dirimu bersembunyi di balasan surat ini. 

Langit, ada satu satu hal yang ingin aku sampaikan,, dibalik kekagumanku atas warnamu, kusimpan seribu tanya akan setiap makna yang belum kuambil dari setiap hari bersamamu. Apakah kau juga menyimpan sebuah rahasia besar untukku juga? Aku harap begitu, karena bukankah tidak adil jika aku yang setiap hari menunggumu untuk menjawab setiap pertanyaanku namun tak sedikitpun kau bergeming untuk memberitahuku sesuatu? Haha.. iya.. aku tahu.. aku hanya pelu  bersabar bukan? Seperti yang selalu kau ajarkan.  Langit tak pernah jenuh menemani matahari. Selalu bersabar. :)

Langit, terakhir dariku.. aku menunggumu untuk menjawab pertanyaan yang selalu aku simpan rapat-rapat. Aku selalu sembunyikan pertanyaan ini karena aku takut kau akan menjawabnya dengan petirmu atau bahkan tornado.  Haha, iya.. aku berlebihan.  Jadi…… :)



Kapan aku bisa mencapaimu?



Malam, diantara delapan belas dan Sembilan belas Mei.
00.06 WIB.
Salam dariku,


Yang selalu menatapmu.
taken from this