Senin, 17 November 2014

Untukmu, Suatu Saat


Untuk pemuda yang memanggul pena
Dan aku yang haus oleh kata
Semoga di suatu kesempatan yang telah diciptakan
Kita dipertemukan secara istimewa
Lewat sebuah momen berharga
18 November 2014
sedang menanti, dirimu
pemuda pemanggul pena
dan pemanggul kewajiban sebagai kepala rumah tangga
haha :D
Siapakah kiranya dia?
entahlah... 

Keinginan yang sempat padam


Pertengahan November

Setelah bulan berganti bulan dan detik jam berlalu sedemikian cepat, tiba-tiba rasa penasaran untuk melihat blog yang sering ku kelola dulu muncul lagi. Ya, blog yang hampir 4 bulan lebih tidak aku penuhi dengan tulisan-tulsan atau celoteh absurd itu. Apakah rasa menulis itu timbul karena terlalu banyak kegiatan dan aktifitas luar yang kulakukan? Ah, kurasa tidak. Seharusnya tidak, karena menulis bisa dilakukan dimana saja, kapan saja, tidak butuh banyak waktu dan tempat yang tenang. Tapi, usut punya usut.,ternyata aku pernah berjanji untuk selalu menulis lantaran handphone yang aku gunakan sekarang lebih memudahkanku untuk menulis. Namun, seperti manusia biasa yang sering berikrar namun tidak ditepati, ikrar itu sempat menjadi bualan dan omong kosong belaka.

Katanya mau menulis? Kapan?
Hapenya kan udah bagus? Cuma dibuat sosmed-an?
Ngapain gak nulis sekarang? Inget kamu pernah punya cita-cita jadi penulis ?
Kamu yang dulu, sekarang kemana?
*jleb

Pertanyaan-pertanyaan itu menghantuiku seketika. Apa yang aku lakukan sekarang hingga mengancurkan minat dan kemampuanku untuk menulis? Apakah kehidupanku sekarang lebih sibuk daripada dulu hingga tidak bisa menghasilkan karya satupun dalam seminggu? 

Pertanyaan-pertanyaan itu menghantui lagi. Terlebih karena dulu aku dan seorang temanku punya sebuah project bersama untuk menulis dengan tema yang  telah kami tentukan. Seiring dengan waktu, project itu terkikis zaman, seperti halnya rasa, mudah pudar-halah.
Lalu, pada detik ke sekian dari pukul 14.41, di ruang kelas ini. Rasa bersalah kian menghujam, terlebih ketika melihat sebuah tulisan yang sedemikian elok di sebuah blog yang sering kukunjungi. Ah, hati ini rasanya tercaci-maki. Kenapa aku tidak bisa seperti dia? Kenapa aku tidak bisa rajin menulis seperti dia? Kenapa tulisanku terkesan monoton dan tidak ber-rasa seperti dia?

Hingga kini aku tahu jawabannya.
Karena aku, jarang menulis apa yang aku pikirkan. Simple. Mari menulis sekarang!


Senin, 17 November 2014
Di ruang kelas , sendirian
Penulis yang jarang menulis

Minggu, 18 Mei 2014

Surat Cinta Buat Langit



Langit, .. aku tahu , dibalik awanmu.. kau pun selalu memandangiku. Sama seperti yang aku lakukan. Tiap pagi, siang, sore,, saat warna-warnamu silih berganti  mengikuti  arah mentari. Pagi, saat kehidupan baru akan dimulai, kupandangimu.. semburat jingga dengan mentari terbit, sebuah perpaduan warna yang dinamis, dan bagiku.. itu sebuah pelipur lara, atas mimpi-mimpi semalam yang tak pernah jadi nyata. Dari sejuta biasmu acapkali membuatku tertegun, betapa kerdilnya aku dibanding dengan hamparanmu yang kulihat bundar dari mataku. Terpesona aku rasa. Iya,  aku selalu terpesona melihat warnamu. Dan saat senja, waktu yang selalu kunanti, tatkala warna jinggamu luruh bersama kepasrahan bumi menyambut malam, kau selalu  tampak indah dengan burung yang bertebangan kembali ke sarang, orang-orang hiruk pikuk menutup tirai jendela yang selalu terbuka pada siang harinya, dan para pejalan kaki yang bergegas naik ke bus untuk segera pulang ke rumah. Bagiku, semua adalah bentuk kepasrahan. Dan di saat itulah, saat yang paling tepat untuk mengamati wajah yang penuh peluh, suara adzan yang bertalu-talu, raut-raut bahagia karena istirahat akan datang, dan formasi indah burung-burung yang bergembira setelah berkelana mencari mangsa. Pengobat hati ketika  berada di titik jenuh pikirku.

Langit.. aku tak tahu kapan persisnya aku mulai mematung ketika menatapmu. Yang jelas, saat itu,, ketika masih sekolah, saat aku mulai belajar nama-nama awan, aku mulai mengamatimu. Senang sekali rasanya belajar bentuk-bentuk awanmu, namun ternyata setelah kusadari  awan yang berbentuk sedemikian rupa ternyata punya sesuatu yang indah dibaliknya: kamu.  Seringkala kita terpaku pada suatu hal yang tampak, padahal ada sesuatu yang besar dan lebih indah di baliknya. Langit, kau mengajarkanku akan hal itu, meski seringkali awan abu-abu yang rakus menutup semua keindahanmu dariku, tapi kau tetap berada di sana. Iya langit, kau benar.. kenyataan memang tidak selalu tampak, hanya tertutup bukan berarti tidak ada. 

Terima kasih langit, secara tak langsung kau katakan padaku bahwa hidup memang harus tetap dilalui. Saat aku begitu lelah akan semua hal, merasa sangat bodoh dan menyesal atas apa yang aku lakukan, kau tuliskan pada dirimu bahwa begitu pula hujan dan pelangi yang selalu datang silih berganti. Tak akan ada pelangi tanpa adanya hujan. Begitu pula hidup, kebahagiaan akan selalu diiringi dengan kesedihan, begitu pula sebaliknya. Untuk nasehat-nasehatmu yang selalu kau sematkan pada warnimu, terima kasih banyak.

Dan saat malam hari, ketika kau selimuti dirimu dengan tirai hitam dan pernak-pernik  bulan bintang, akupun juga tak pernah jemu menatapmu, dengan bulanmu yang malu-malu, atau kerlap-kerlip bintangmu yang selalu mencuri perhatianku.  Aku tahu, kau pasti juga ingin menghiburku bukan? Jelas sudah, itu pasti bentuk perhatianmu padaku. Padaku yang selalu setia menatapmu dengan kaki kerdilku, iya kan? haha

Hmmm...aku harap, kau tak pernah jengah meilhatku yang sering menatapmu tanpa ampun, membunuh dengan tatapan kau bilang? Ah, aku tidak seperti itu, bukankah terlihat berbeda ya..  tatapan yang menghakimi dan tatapan penuh harap? Jelas, aku tak pernah menghakimimu.. buat apa? Buat apa menghakimi sesuatu yang selalu kukagumi. Hanya saja, aku terkadang terlalu bingung untuk mencurahkan isi hati yang terkadang tumpah ruah terucap dari bibirku. Maka dari itu, saat berdoa pada-Nya aku selipkan tatapan itu padamu. Tatapan penuh harap, menengadah ke arahmu. Aku harap kau paham. 

Pernah aku bertanya pada awan-awan malam yang memenjarakanmu. Melihat seluruhmu tak tampak bahkan sepotong bulan dan secuil bintangmupun ikut kau sembunyikan. Mereka menjawab, langit terlalu lelah malam ini, dia butuh istirahat. Namun bagiku itu adalah hal yang misterius yang belum aku mengerti tentangmu, bisa-bisanya tiap hari kita bersapa namun aku tak tahu kalau kau pun turut lelah. Aku yang dipaku oleh rasa ingin tahuku tak puas dengan jawaban mereka…, dan akhirnya karena mereka terlalu lelah menjawabku, mereka turunkan hujan lebat yang membuatku bersembunyi di balik selimut tebalku. Entahlah, hari itu sangat misterius, semisterius awan-awan yang menyelubungimu. Kuharap kau akan jawab alasan dirimu bersembunyi di balasan surat ini. 

Langit, ada satu satu hal yang ingin aku sampaikan,, dibalik kekagumanku atas warnamu, kusimpan seribu tanya akan setiap makna yang belum kuambil dari setiap hari bersamamu. Apakah kau juga menyimpan sebuah rahasia besar untukku juga? Aku harap begitu, karena bukankah tidak adil jika aku yang setiap hari menunggumu untuk menjawab setiap pertanyaanku namun tak sedikitpun kau bergeming untuk memberitahuku sesuatu? Haha.. iya.. aku tahu.. aku hanya pelu  bersabar bukan? Seperti yang selalu kau ajarkan.  Langit tak pernah jenuh menemani matahari. Selalu bersabar. :)

Langit, terakhir dariku.. aku menunggumu untuk menjawab pertanyaan yang selalu aku simpan rapat-rapat. Aku selalu sembunyikan pertanyaan ini karena aku takut kau akan menjawabnya dengan petirmu atau bahkan tornado.  Haha, iya.. aku berlebihan.  Jadi…… :)



Kapan aku bisa mencapaimu?



Malam, diantara delapan belas dan Sembilan belas Mei.
00.06 WIB.
Salam dariku,


Yang selalu menatapmu.
taken from this


Jumat, 18 April 2014

Keponakan



Proyek menulis yang tak kunjung usai bila tak segera dikerjakan. Harap maklum jika tulisan dibawah belepotan, hampir setahun tidak berkarya dan ini hampir membunuh semua kosa kata. Yaps.. kita mulai saja.. langsung ke topic pilihan minggu ini. TK. Apaa?? TK?? | iyaa.. TK *plak*

 Karena ini merupakan proyek mingguan bersama partner.. maka.. jangan salahkan bila nanti temanya aneh-aneh.. karena partner gue yang satu ini memang unik. Haha.. lupakan.. lupakan.. :D

TK. Berbicara tentang TK.. ternyata gue tak jauh dari ranah ini.  pertama kupikir tentang tema ini: opo? TK? Arep tak tulis jaman cilikanku? Ah.,aku wes lali.. *lalu kemudian hopeless seminggu dan tidak punya isnpirasi menulis babar blas*  namun, karena mungkin Allah meridhoi gue untuk terus menulis.. akhirnya muncullah inspirasi itu. Tak lain dan tak bukan adalah keponakan gue sendiri, yang memanggil gue Tante *berasaa tuaaaa banget*, dan gue sering memanggilnya  Menik *padahal dia gak suka banget dipanggil menik, sukanya dipanggil kakak*
Well, begini.. gue rasa keponakan gue itu super duper cerdas. Gak tahu ya.,apa mungkin ketularan gue jadi pas bayi sorot matanya itu kayak mahasiswa pusing ngurus kalkulus, atau mungkin gue yang terlalu berlebihan menganggap keponakan yang unyuk ini cerdas padahal biasa-biasa saja, atau yang lain? Tapi gue punya dasar mamenn..
Pas bayi, si menik sorot matanya kyak orang dewasa. Polos sih iya,, tapi lebih ke seorang pemikir. Jadi pas diem gitu, si bayi yang emang menik-menik itu kyak lagi merenung. Nah loh, aneh kan.. bayi udah merenung.,mau jadi apaaaa kalo udah besar. Dan si menik ini pas umur 6 bulan suka banget yang namanya music, mulai dari keyboard yg dipencet-pencet, sampe toples krupuk yg dijadiin gendang. Lambat laun gue menyadari kalo memang si menik terlahir dengan bakat spesial. Dan puncak dari pengamatan gue, saat dia sering menceritakan bonekanya sebuah cerita yang dia karang sendiri. -_- keren men!! Selain itu, si menik ternyata punya bakat menggambar sampe dia di TK-nya ditunjuk sama gurunya buat ikut lomba mewarnai yang notabene pesertanya lebih tua umurnya daripada si menik.
Oh ya.. ketinggalan.. dulu ,,.,pas bayi 8 bulanan.,sebelum dia pinter berjalan sampe lari dan orang serumah takut kalo dia nyasar sampe ke jalan2… dia udah  tertarik banget yang namanya buku. Dulu gue tebak kalo dia bakalan jadi kutu buku kayak auntienya.. haha.,mungkin kenyataan ini akan terwujud pas dia udah SD kali ya.. haha..

Yang terakhir..pertanyaan yang membuat orang serumah mikir.. dia pernah tanya ke mamanya.. menurut gue itu pertanyaan sederhana.,tapi kalo gue jadi seumuran dia.,.. gak nyandak mau tanya kyak gitu..
“mah.. kenapa manusia ada bayangannya”
Nah loh.,mau dijawab pake rumus apa?—
Tulisan acakadut
Pertama dari proyek Titanium
Semoga konsisten, semoga mengisnpirasi, semoga menghibur.
*notes: malam2 gini masih ada aja suara motor yang mrebeki. But so far so fine!
Buktikan karyamu, meski itu hanya sebait kata. 

Minggu, 05 Januari 2014

Try To Remember - The Brothers Four

Selamat siang The Readers. Di siang yang mendung dan gerimis ini, penulis memposting sebuah lagu di era 1965 milik The Brothers Four. Grup musik asal Seattle Washington ini memulai karir pada tahun 1957 saat mereka masih menjadi mahasiswa di Washington University. Meskipun ya readers, usia lagu ini melebihi usia bapak-ibuk kita--atau mungkin lebih tua dan  bisa dikatakan sudah udzur, tapi lagu ini punya makna dan lirik yang unik lho readers. Daripada berlama-lama, mending langsung aja ya,, penulis kasih liriknya.. Check this out! :)

Try to remember the kind of September
when life was slow and oh, so mellow.
Try to remember the kind of September
when grass was green and grain was yellow.
Try to remember the kind of September
when you were a tender and callow fellow,
Try to remember and if you remember the follow
Try to remember when life was so tender
that no one wept except the willow.
Try to remember when life was so tender that
dreams were kept beside your pillow.
Try to remember when life was so tender that
love was an ember about to billow.
Try to remember and if you remember then follow.

Deep in December it's nice to remember
although you know the snow will follow.
Deep in December it's nice to remember
without the hurt the heart is hollow.
Deep in December it's nice to remember
the fire of September that made us mellow.
Deep in December our hearts should remember and follow.